Minggu, 31 Mei 2009

dahsyatnya SILATURAHMI

Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi, "Aku adalah Ar-Rahman. Telah Aku ciptakan Ar-Rahiim dan Aku petikkan baginya nama dari nama-Ku. Barangsiapa yang menghubungkannya niscaya Aku menghubunginya (dengan rahmat-Ku); dan barangsiapa memutuskannya niscaya Aku memutuskan hubungan-Ku dengannya; dan barangsiapa mengokohkannya niscaya Aku mengokohkan pula hubungan-Ku dengannya. Sesungguhnya Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku".
Penjelasan:Hadis qudsi yang agung ini diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Baihaqi yang bersumber dari Ibnu 'Auf. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Khairithi dan Al-Khatib yang bersumber dari Abu Hurairah. Hadis ini mengandung pesan betapa pentingnya menghubungkan tali silaturahmi. Karena itu, cinta dan keridhaan Allah sangat dipengaruhi oleh sikap kita terhadap silaturahmi. Ada dua sikap manusia terhadap silaturahmi ini. Pertama, washlul-rahiim, yaitu menghubungkan silaturahmi dengan cara berbuat baik (membantu, menolong, membahagiakan, menyantuni) kaum kerabat dan orang-orang di sekitar kita.
Kedua, qath'ur-rahiim, yaitu memutuskan silaturahmi dan tidak menyayangi kaum kerabat dan orang yang dekat dengan kita. Misalkan dengan tidak mau bertegur sapa, menahan kebaikan, atau menyakiti dengan tangan dan ucapan. Rahmat Allah hanya akan mengalir pada golongan pertama yang selalu washlul-rahiim. Sebaliknya, murka Allah akan mengenai golongan kedua. "Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan silaturahmi," demikian sabda Rasulullah SAW dalam Muttafaqun 'Alaihi.
Kata "rahim" diambil dari nama Allah sendiri, diciptakan-Nya dengan kekuasaan-Nya sendiri, dan kedudukannya ditempatkan pada kedudukan tertinggi. Kata rahim adalah kutipan asma' Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, yang berasal dari kata rahmah yang bermakna kasih sayang. Dari sini terlihat bahwa rahim hakikatnya adalah "pecahan" dari sifat Rahman dan Rahim-Nya Allah SWT yang terdapat dalam Asma'ul Husna.
Dalam sebuah hadis qudsi yang bersumber dari Ibnu Abbas diungkapkan, "Engkau telah Aku ciptakan dengan kekuasaan-Ku sendiri, telah Aku petikkan bagimu nama dari nama-Ku sendiri, dan telah Aku dekatkan kedudukanmu kepada-Ku. Dan demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, sesungguhnya Aku pasti akan menghubungi orang yang telah menghubungkan engkau, dan akan memutuskan (rahmat-Ku) pada orang yang telah memutuskan engkau dan aku tidak ridha sebelum engkau ridha" (HQR Al-Hakim).
Silaturahmi, secara umum, terbagi ke dalam dua makna, yaitu silaturahmi dalam arti khusus dan silaturahmi dalam arti umum. "Rahim" yang pertama dipakai dalam arti kaum kerabat, atau yang memiliki hubungan keluarga dan kekeluargaan-baik itu yang berhak mendapatkan warisan ataupun tidak; baik itu termasuk mahram atau bukan. Karena itu, kata rahiim di sini dapat diartikan sebagai kerabat, atau keluarga.
Yang kedua adalah silaturahmi dalam arti hubungan dengan saudara seiman. Bentuknya dapat dijalin melalui kasih sayang, saling menasihati dalam takwa dan kesabaran, tolong menolong di atas jalan ketakwaan (QS. Al-Ashr: 1-3). Atau, bisa pula melalui doa, saling mengunjungi, bahkan memberi bantuan militer bila saudara seiman berada dalam kondisi terancam.
Bila dilihat dalam sudut skala prioritas, menjalin silaturahmi dengan keluarga atau kerabat terdekat harus didahulukan daripada yang lainnya. Sebab, keharmonisan yang lebih besar tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali dari keharmonisan dalam skala kecil. Misal mendahulukan akur dan harmonis dengan keluarga dan tetangga dekat, sebelum dengan saudara sekota atau senegara. Wallahu a'lam bish-shawab

1 komentar: